BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dalam setiap
masyarakat, keluarga merupakan pranata sosial yang sangat penting artinya bagi
kehidupan sosial. Seseorang menghabiskan paling banyak waktunya dalam keluarga
dibandingkan dengan di tempat bekerja misalnya, dan keluarga adalah wadah di
mana sejak dini seseorang dikondisikan dan dipersiapkan untuk kelak dapat
melakukan
peranan-peranannya dalam dunia orang dewasa. Melalui pelaksanaan peranan-peranan itu pelestarian berbagai lembaga dan nilai-nilai budayapun akan dapat tercapai dalam masyarakat bersangkutan.
peranan-peranannya dalam dunia orang dewasa. Melalui pelaksanaan peranan-peranan itu pelestarian berbagai lembaga dan nilai-nilai budayapun akan dapat tercapai dalam masyarakat bersangkutan.
Keluarga adalah
satu-satunya lembaga sosial, di samping agama, yang secara resmi telah berkembang
di semua masyarakat. Tugas-tugas kekeluargaan merupakan tanggungjawab langsung
setiap pribadi dalam masyarakat, dengan satu dua pengecualian.Hampir setiap
orang dilahirkan dalam keluarga dan juga membentuk keluarganya sendiri. Setiap
orang merupakan sanak keluarga dari banyak orang. Hampir tidak ada peran
tanggungjawab keluarga yang dapat diwakilkan kepada orang lain, seperti halnya
tugas khusus dalam pekerjaan dapat diwakilkan kepada orang lain.
Selain itu, masalah
yang sering muncul dalam keluaraga adalah Gender
yang dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran,
tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung
diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol
dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
Seiring dengan
perkembangan zaman yang semakin maju bagi keluarga saat ini akan lebih senang
jika suami dan istri menjadi sosok manusia karier yang pergi pagi pulang sore
atau malam hari, sementara anak cukup dititipkan di lembaga-lembaga pendidikan
dalam waktu keseharian atau ditinggalkan bersama pembantu dan baby sitter.
Orang tua merasa sudah menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
orangtua ketika kebutuhan anak-anak mereka secara material sudah terpenuhi.
Sehingga banyaknya kegiatan dan pekerjaan menjadikan anak kurang mendapatkan
perhatian.
Kondisi ini akhirnya
membuat intensitas komunikasi atau kondisi bertatap muka antara anak dan orang
tua semakin jarang. Sebab, pagi hari masing-masing sudah beraktifitas sesuai
kesibukannya. Banyaknya kegiatan atau pekerjaan maupun orang tua yang enggan
dalam mengurus anak menjadikan sosialisasi yang seharusnya diterima anak dalam
keluarga tergeser oleh suatu lembaga pendidikan di luar keluarga. Kebanyakan
orang tua mengira bahwa sosialisasi yang dilakukan lembaga lebih baik dari pada
yang dilakukan di dalam keluarga. Orang tua mungkin tidak sadar bahwa terjadi
adanya suatu pergeseran sosialisasi yang seharusnya diterima anak dalam
keluarga yang mengakibatkan adanya disfungsi sosialisasi dalam keluarga. Fenomena perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga akibat
modernisasi ini merupakan hal yang hendak diangkat dalam tulisan ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan keluarga batih?
2. Bagaimana fungsi keluarga dalam masyarakat?
3. Apa yang dimaksud dengan pengarusutamaan gender?
4.
Apa penyebab
terjadinya ketidakadilan gender?
5.
Apa sajakah
Bentuk ketidakadilan gender?
6. Apa yang dimaksud tentang agama relasi
gender dan feminisme?
7. Apa yang dimaksud tentang analisis gender
dan tranformasi sosial?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan
keluarga batih?
2. Untuk mengetahui Bagaimana
fungsi keluarga dalam masyarakat?
3. Untuk mengetahui Apa
yang dimaksud dengan pengarusutamaan gender?
4.
Untuk mengetahui Apa penyebab terjadinya ketidakadilan gender?
5.
Untuk mengetahui Apa sajakah
Bentuk ketidakadilan gender?
6. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud tentang
agama relasi gender dan feminisme?
7. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud tentang
analisis gender dan tranformasi sosial?
D.
Manfaat
1.
Manfaat Praktis
a. Bagi penulis diharapkan agar
dapat melakukan penelitian lebih lanjut
dan melakukan penelitian dan dalam menciptakan inovasi baru dalam sosiologi
keluarga dan analisis gender.
b. Bagi pembaca makalah ini, agar
dapat mengetahui tentang
sosiologi keluarga, gender serta dapat menganalisis permasalahan
ketidakadilan gender.
2. Manfaat Teoritis
Bagi mahasiswa sebagai agen of change agar
dapat memahami secara mendalam tentang sosiologi keluarga, gender dan analilis
gender dan transformasi sosial.
BAB II
PENDAHULUAN
A. Keluarga Batih
Keluarga
batih atau inti pada dasarnya adalah keluarga yang terdiri dari beberapa
anggota inti seperti ayah, ibu, dan anak yang belum menikah. keluarga adalah
suatu kelompok sosial masyarakat yang bersifat abadi dan dikukuhkan dalam
ikatan pernikahan yang memberi pengaruh keturunan serta lingkungan sebagai
dimensi penting lainnya bagi anak (Rida, 2016). Keluarga berperan penting dalam
mendidik anak untuk memperoleh dasar kemampuannya agar kelak dipandang sebagai
orang yang berhasil dimata masyarakat.
Selain
itu, keluarga batih merupakan adalah unit terkecil yang ada didalam masyarkat
yang mempunyai fungsi tertentu, keluarga inti lazimnya terdiri dari suami/ayah,
istri/ibu, serta anak yang belum menikah. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Sarwono (2001), bahwa keluarga adalah lingkungan primer hampir
setiap individu, sejak ia lahir sampai tiba saatnya untuk membentuk suatu
keluarga sendiri. Keluarga mempunyai sistem interaksi yang lebih bersifat
interpersonal, sehingga masing-masing anggota keluarga memungkinkan untuk
mempunyai intensitas hubungan satu sama lain yaitu antara ayah, ibu, anak,
maupun anak dengan anak.
B.
Fungsi Keluarga
dalam Masyarakat
Fungsi keluarga adalah
untuk menciptakan anggota masyarakat yang baru yang sesuai dengan norma-norma
atau ukuran pada masyarakat tersebut.Perubahan yang ada pada masyarakat
mempengaruhi suatu keluarga dalam memberikan pengajaran pada
anak-anaknya.Secara umum fungsi keluarga adalah untuk sosialisasi, reproduksi,
dan legalitas status. Ada empat fungsi universal keluarga inti, yaitu fungsi
seksual, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi pendidikan. Keempat
fungsi tersebut bersifat universal dan mendasar bagi kehidupan manusia.
Bagi hampir semua
masyarakat, keluarga adalah pusat yang paling penting dalam kehidupan seorang
individu biasa. Dari keluarga, seseorang itu melangkah keluar, dan kepada
keluarga juga seseorang itu akan kembali, berada dalam kelompok orang yang
paling erat dalam hidup mereka. Keluarga adalah kelompok inti yang paling
penting dan dengannya seseorang itu berhubungan.Ia dicirikan dengan adanya
kemesraan, hubungan tatapmuka, dan sangat abadi. Hubungan yang mesra dengan
kelompok manusia yang terdekat menjadi kebutuhan seluruh manusia,
sekurang-kurangnya sejauhmana wujudnya dalam semua masyarakat sebagai petunjuk
universalitas.
Selain sebagai kelompok
hidup yang mesra, keluarga juga menjadi sumber penyebaran makanan kepada emua
lembaga lain. Di dalamnya, bukan saja desakan berproduksi dilakukan, tetapi
dari segi alamiah merupakan satu-satunya kelompok di mana proses pembiakan
diatur. Jadi keluarga juga mengambil tahu mengenai desakan berproduksi
pembiakan, dan juga ditugaskan menjaga dan mendidik anak-anak pada masa
bayinya. Oleh karena keluarga bertanggungjawab atas anak-anak itu pada tingkat
awal dalam tahun pembentukan, maka pengaruhnya dalam proses sosialisasi adalah
begitu penting.
Dalam banyak
masyarakat, keluarga juga berfungsi sebagai unit produksi ekonomi.Usaha-usaha
utama mencari biaya hidup dijalankan oleh keluarga sebagai satu unit, biasanya
dengan pembagian kerja di kalangan anggota.Ada kalanya fungsi ini diambil alih
oleh kelompok yang lebih besar, seperti sekumpulan pemburu atau gabungan
beberapa keluarga, tetapi biasanya keluarga itu bertugas sebagai satu unit yang
terkoordinasi dalam produksi ekonomi.
Keluarga bertugas
sebagai pelindung para anggotanya dari kemungkinan gangguan masyarakat luar
atau orang dari suku atau sukubangsa yang lain. Ada kalanya suku yang biasanya
memotong melintang garis keturunan keluarga, menjalankan fungsi ini, dan dengan
terbentuknya negara, kebanyakan jika tidak semuanya, fungsi ini kemudian
dijalankan oleh lembaga yang dibentuk belakangan.
Keluarga juga berfungsi
sebagai dasar untuk menentukan status para anggotanya.Di mana terdapat
perbedaan besar dalam status di kalangan suatu masyarakat, keluarga yang darinya
seseorang itu dilahirkan biasanya mempunyai hubungan dengan sistem status ini,
dan status individu itu diperoleh, sekurang-kurangnya sebagian dari
keluarganya.Perubahan status biasanya terjadi melalui perkawinan.Dalam
masyarakat yang mempunyai warisan status, keluarga menjadi unit di mana warisan
status itu diturunkan. Hak-hak istimewa biasanya diturunkan melalui garis
keluarga, seperti hak memperoleh tanda kehormatan dari orang lain dan hak
istimewa mendapatkan harta tertentu (Heri, 2016).
Fungsi keluarga yang
penting lainnya adalah menjaga dan merawat anggota yang sakit, tua, atau tidak
bernasib baik. Fungsi ini, seperti fungsi yang lain, berbeda dari satu
masyarakat dengan masyarakat lain, tetapi kebanyakan masyarakat menentukan
keluarga dengan tanggungjawab khusus kepada para anggotanya apabila ia
membutuhkan bantuan keluarga.
C. Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan
gender (PUG), atau dalam istilah Inggeris: Gender Mainstraiming, merupakan
suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan
dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan
permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang
kehidupan dan pembangunan.
Tahapan
penrapan PUG adalah Tahap pertama dalam
perencanaan, yaitu Analisis Kebijakan Gender, perlu dilakukan karena pada
umumnya kebijakan pemerintah hingga saat ini masih netral gender (gender
neutral) dan kadang-kadang, secara tidak sengaja, mempunyai dampak
kurang menguntungkan bagi salah satu jenis kelamin. Dengan menggunakan Data
Pembuka Wawasan kita dapat melihat bagaimana kebijakan dan
program yang ada ssat ini memberikan dampak berbeda kepada laki-laki dan
perempuan. Tahap kedua, Formulasi Kebijakan Gender, dilakukan untuk menyusun
Sasaran Kebijakan Kesetaraan dan Keadilan Gender yang menggiring kepada
upaya mengurangi atau menghapus kesenjangan antara laki-laki dan perempuan
(Harum, 2016). Selanjutnya, tahap ketiga, Rencana Aksi Kebijakan Kesetaraan dan
Keadilan Gender disusun sebagai suatu rencana aksi berupa
kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan yang perlu dilakukan untuk
mengatasi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Seluruh kegiatan dalam
rencana aksi harus sesuai dengan tujuan yang telah diidentifikasi dalam tahap
Formulasi Kebijakan Kesetaraan dan Keadilan Gender di atas. Rencana aksi
kebijakan ini perlu disertai dengan indikator keberhasilan untuk mengukur
kinerja pemerintah dalam mengimplemtasikan rencana aksi.
Pelaksanaan kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan yang berperspektif gender diselenggarakan
setelah tahap-tahap perencanaan yang responsif gender seperti dikemukakan di
atas dilakukan. Dalam upaya mendukung dan mengefektifkan pelaksanaan
pengarusutamaan gender, perlu dilakukan beberapa hal, antara lain:
- Pemampuan dan peningkatan kapabilitas pelaksana pengarusutamaan gender
- Penyusunan perangkat pengarusutamaan gender, seperti perangkat analisis, perangkat pelatihan, serta perangkat pemantauan dan evaluasi.
- Pembentukan mekanisme pelaksanaan pengarusutamaan gender, seperti forum komunikasi, kelompok kerja, stering commite antar lembaga, dan pembentukan focal point pada masing-masing sektor.
- Pembuatan kebijakan formal yang mampu mengembangkan komitmen segenap jajaran pemerinah dalam upaya pengarusutamaan gender.
- Pembentukan kelembagaan dan penguatan kapasitas kelembagaan untuk pengarusutamaan gender
- Pengembangan mekanisme yang mendorong terlaksananya proses konsultasi dan berjejaring.
D. Ketidakadilan Gender
Berbagai ketimpangan bersumber pada keyakinan gender. Berawal dari
perbedaan jenis kelamin maka wilayah peran pun seakan dibedakan. Gender adalah
perbedaan dan fungsi peran sosial yang dibentuk oleh masyarakat, serta tanggung
jawab laki-laki dan perempuan sehingga gender belum tentu sama di tempat yang
berbeda dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Seks adalah jenis kelamin yang
terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh
karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu
kala, sekarang dan berlaku selamanya.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Melainkan
gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan
perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur,
ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender
dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan
laki-laki yang dibentuk oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai
perkembangan zaman (Rahayu, 2016).
Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah
Gender dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat,
bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia lain halnya dengan seks,
seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa,
berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau
ciptaan Tuhan
Seks merupakan pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara
biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Seks berarti perbedaan laki-laki
dan perempuan sebagai makhluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi
organisme yang berbeda. Secara biologis alat-alat biologis tersebut melekat
pada laki-laki dan perempuan selamanya, fungsinya tidak dapat dipertukarkan.
Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau ketentuan
Tuhan (Suryani, 2015).
Sementara itu konsep gender adalah pembagian laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan
dianggap lemah lembut, emosional, keibuan dan lain sebagainya. Sedangkan
laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa dan lain sebagainya. Sifat-sifat
tersebut bukanlah kodrat, karena tidak abadi dan dapat dipertukarkan. Jadi
semua sifat yang dapat dipertukarkan antara perempuan dan laki-laki, yang
berubah sesuai waktu, tempat dan kelas sosial disebut dengan gender. Gender
dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan peran antara laki-laki
dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu
tidak ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau
kodrat, tetapi dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan
peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Ketidakdilan gender terjadi karena adanya anggapan yang salah
terhadap jenis kelamin dan gender. Di masyarakat luas selama ini terjadi
pengukuhan pemahaman yang kurang tepat mengenai konsep gender. Yang disebut
gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Ketidakadilan gender merupakan
sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban
dari sistem tersebut.
Konsep gender yang melekat pada masyarakat adalah adanya anggapan
bahwa pekerjaan mengurus rumah tangga dan mengurus anak adalah pekerjaan
perempuan. Secara tidak langsung perempuan dalam budaya patriarki diposisikan
pada tugas-tugas domestik tersebut. Laki-laki, baik suami maupun anak tidak
diperbolehkan ikut campur dalam pekerjaan domestik karena mereka memiliki
tempat bekerja sendiri, yaitu tugas publik. Pembagian kerja antara perempuan
dan laki-laki merupakan suatu pemahaman yang salah kaprah sebab perempuan juga
dapat mengerjakan pekerjaan publik dan laki-laki pun dapat mengerjakan
pekerjaan rumah tangga atau domestik (Gamas, 2015).
Pembagian kerja itu terjadi karena adanya konstruksi budaya
patriarki yang menciptakan pembagian kelas antara laki-laki dan perempuan.
Perempuan dianggap hanya mampu mengerjakan pekerjaan domestik. Jika ada
perempuan yang melakukan pekerjaan publik, ia akan menerima penolakan dari
masyarakat. Pembagian kerja sebenarnya bukanlah kodrat dari Tuhan, melainkan
konstruksi budaya patriarki yang telah mendarah daging. Lebih dari itu,
masyarakat beranggapan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki semacam kelas
tersendiri dalam pelapisan sosial. Perempuan di masyarakat merupakan kelas yang
lebih rendah dari pada laki-laki. Adanya anggapan itu, membuat perempuan tidak
dapat bekerja di luar dari pekerjaan domestik. Kalaupun ada perempuan yang
bekerja di luar pekerjaan domestik, hanya pekerjaan publik yang ringan dan
mudah saja yang dapat dilakukan oleh perempuan.
Ketidakadilan yang muncul dalam masyarakat terjadi dalam berbagai
aspek kehidupan. Karena distereotipekan sebagai makhluk yang lemah, perempuan
dikontrol sedemikian rupa oleh anggota keluarganya. Kalau dilihat dalam porsi
pembagian kerja, seharusnya perempuan mendapatkan upah yang lebih besar
daripada laki-laki. Karena sebenarnya perempuan dapat mengerjakan kedua
pekerjaan tersebut, baik pekerjaan di ranah domestik ataupun di ranah publik.
Namun, karena adanya konstruksi yang menjadikan perempuan hanya sebagai
pelengkap dari laki-laki, maka perempuan tidak dapat berbuat banyak hal selain
menerima konstruksi tersebut. Ketidakadilan gender menjadi semakin kuat karena
dilembagakan oleh budaya kuno yang berjalan turun-temurun. Adat memandang
perempuan sebagai makhluk yang rendah derajatnya daripada laki-laki.
E.
Bentuk
Ketidakadilan Gender
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk
ketidakadilan, yakni : Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi,
subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan
stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang
dan lebih banyak, serta sosialisasi iedologi nilai peran gender. Manifestasi
ketidakadilan gender tidak bisa dipisah-pisahkan, karena saling berkaitan dan
berhubungan, saling mempengaruhi.
Ada beberapa bentuk ketidakadilan genderyang sering terjadi pada
masyarakat sekitar yaitu sebagai berikut (Annisa, 2012) :
- Marginalisasi (pemiskinan, peminggiran)
Marginalisasi adalah sikap perilaku masyarakat atau negara yang berakibat
pada penyisihan bagi perempuan dan laki-laki. Marginalisasi lebih kepada
peminggiran ekonomi. Marginalisasi juga didasarkan akibat perbedaan gender yang
memberi batasan pada peran perempuan. Contohnya, perempuan kurang mendapat
tempat untuk memegang posisi jabatan tinggi dalam birokrasi dan militer, sangat
sedikit sekali peluangnya. Dan pada laki-laki ia kurang mendapat tempat untuk
bidang yang memerlukan ketelitian dan telaten seperti buruh garmen atau rokok.
- Subordinasi (menomorduakan)
Adalah suatu keyakinan bahwa jenis kelamin satu lebih diutamakan dari pada
jenis kelamin yang lainnya. Sehingga, menimbulkan ketidaksetaraan, merasa
menjadi nomor dua, tidak mendapat ruang berpendapat dan lainya. Apalagi
didukung oleh budaya, adat istiadat, tafsir agama, peraturan birokrasi yang
menjadikan perempuan sebagai subordinat, perempuan kurang memiliki peluang
untuk mengambil keputusan. Contohnya, ada profesi tertentu yang menjadikan ciri
sebagai profesi perempuan seperti sekertaris dan guru TK. Dalam profesi
tertentu ada pembedaan gaji antara perempuan dan laki-laki,dimana laki-laki
lebih besar.
- Stereotype (pelabelan)
Penandaan yang acap kalibersifat negatif. Secara umum terhadap salah satu
jenis kelamin tertentu. Stereotipe menghasilkan ketidakadilan dan diskriminasi
gender. Contohnya, perempuan hanya dikaitkan dengan sektor domestik. Wanita
juga digambarkan sebagai mahluk yang lemah, emosional, tidak bisa memimpin,
kurang rasional dalam seumur hidupnya. Standar penilaian terhadap perempuan dan
laki-laki berbeda tetapi standar penilaian itu lebih hanya merugikan perempuan.
- Peran ganda
Beban pekerjaan jenis kelamin satu dengan jenis kelamin yang lain lebih
banyak. Contohnya, seorang perempuan yang bekerja, ia tetap berperan menjadi
ibu ketika dirumah. Ujung-ujungnya peran tersebut dilimpahkan kepada asisten
rumah tangga, yang juga perempuan. Jadi beban tersebut tidak berpindah ke jenis
kelamin yang lain. Misalnya, berbagi peran dengan suami tentang pengasuhan
anak.
- Kekerasan (violance)
Kekerasan merupakan bentuk kekerasan baik fisik maupun non fisik yang
dilakukan oleh salah satu jenis kelamin, keluarga, masyarakat, negara kepada
jenis kelamin lainya. Kekerasan semata-mata ada bermula dari pembedaan antara
feminim dan maskulin. Pembedaan tersebut telah memicu kekerasan terjadi. Contohnya,
pemerkosaan, kekerasan seksual, pelecehan seksual, pemukulan, penghinaan,
eksplotasi seks pada perempuan dll.
F. Agama Relasi Gender Dan Feminisme
Gender dapat diartikan
sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
nilai, pekerjaan (role) dan perilaku. Secara umum, gender digunakan sebagai
indentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya.
Hal ini berbeda dengan sex yang secara umum digunakan untuk mengidentifikasi
dari segi anatomi biologis jenis kelamin semata.
Berdasarkan uraian di
atas maka konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan
perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural. Ciri dari sifat itu
sendiri dapat dipertukarkan. Misalkan, sifat kelemah-lembutan yang dimiliki
oleh perempuan ternyata juga sering didapati ada pada laki-laki, demikian juga
sebaliknya. Dengan demikian maka relasi gender sebagai akibat dari keberadaan
gender tidak sama di setiap tempat, daerah, karena erat kaitannya dengan
berbagai faktor, seperti faktor ekologi, budaya dan termasuk juga agama.
Seringkali terjadi ketimpangan dan ketidakadilan gender yang sangat merugikan,
khususnya dialami oleh perempuan.
Ketidakadilan ini
mengakibatkan retaknya keharmonisan hubungan antara laki-laki dengan perempuan.
Oleh kerena itu muncullah suatu reaksi yang diikuti tindakan struktural untuk
menyusun kembali pola hubungan laki-laki dan perempuan agar mencapai
keseimbangan, kesamaan status dan peran sosial guna menghilangkan ketimpangan
gender di dalam masyarakat. Reaksi inilah yang sering dikenal dengan sebutan
feminisme.
Pandangan feminisme
terhadap perbedaan peran laki-laki dan perempuan secara umum dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok, sebagai berikut (Cairo, 2014) :
1.
Feminisme Liberal Dasar
filosifis kelompok ini adalah liberalisme, yaitu bahwa semua manusia diciptakan
sama, serasi dan seimbang. Baik laki-laki atau perempuan memiliki hak-hak yang
sama, maka sudah seharus tidak ada penindasan antara satu sama lain. Perempuan
sudah semestinya mendapatkan peran diwilayah publik, baik sektor ekonomi,
politik dan termasuk sektor militer. Maka tidak ada lagi suatu kelompok jenis
kelamin yang lebih mendominiasi, karena organ reproduksi yang dimiliki
perempuan bukan merupakan penghalang terhadap pembatasan peran perempuan.
2.
Feminisme
Marxis-Sosialis Aliran ini berupaya menghapus struktur kelas dalam masyarakat
berdasarkan jenis kelamin. Mereka berpendapat bahwa posisi inferior perempuan
berkaitan erat dengan struktur kelas dan keluarga dalam masyarakat kapitalis.
Hal tersebut mengakibatkan hubungan antar suami dan istri seperti hubungan
antara borjuis dan proletar. Sebagai solusi untuk mengangkat harkat martabat
perempuan supaya seimbang dengan laki-laki, maka perlu menghapus dikotomi
pekerjaan sektor domestik dan sektor publik. Hingga pada akhirnya terbentuknya
suasana kolektif antara laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan publik dan
domestik.
3.
Feminisme Radikal
Aliran ini berpendapat bahwa terjadinya perbedaan gender yang merugikan
perempuan bukan dikarenakan struktur social dan budaya, malainkan karena unsur
biologisnya. Mereka lebih mengarahkan gerakannya dalam realitas seksual, bukan
hanya berusaha menghapus hak-hak laki-laki, namun juga menghapus perbedaan
seksual. Kelompok ini lebih radikal dari pada yang lain karena menuntuk
persamaan dengan laki-laki dalam segala hal.
a.
Relasi Gender Suami
Istri dalam Keluarga
Keluarga terdiri dari
dua kata, yaitu kula yang artinya abdi, hamba yang mengabdi untuk kepentingan
bersama; dan warga yang artinya anggota, yang berhak ikut berbicara dan
bertindak. Maka 'keluarga' mempunyai artian mengabdi, bertindak dan bertanggung
jawab kepada kepentingan umum. Dari definisi itu bisa disimpulkan bahwa
keluarga adalah sebuah institusi terkecil dalam masyarakat yang berfungi untuk
menciptakan rasa tentram, aman, damai dan sejahtera dalam kasih sayang antara
satu sama yang lainnya.
Sebagai unit pergaulan hidup terkecil dalam
masyarakat, keluar yang terdiri dari suami dan istri, atau dengan adanya anak,
memiliki peranan penting sebagai berikut:
1) Memberi perlindungan bagi anggotanya, baik ketentraman maupun ketertiban dalam
wadah keluarga tersebut.
2) Memberi kebutuhan social-ekonomi secara materiil.
3) Menumbuhkan dasar-dasar kaidah-kaidah pergaulan hidup.
4) Sebagai wadah sosialisasi awal untuk memahami nilai yang berlaku
dimasyarakat.
Menambahkan dari yang di atas, keluarga sebagai sebuah
institusi minimal harus memiliki enam fungsi, yaitu fungsi religius, fungsi
afektif, fungsi sosial, fungsi edukatif, fungsi protektif, fungsi rekreatif.
Adapun yang dimaksud dengan relasi mempunyai arti hubungan, pertalian dengan
orang lain. Maka relasi gender bisa diartikan hubungan kemanusiaan (sosial)
yang didasarkan pada pertimbangan aspek kesadaran gender.
Menurut Nasaruddin
Umar, relasi gender merupakan konsep dan realitas pembagiaan kerja social
antara laki-laki dan perempuan yang tidak didasarkan pada pemahaman yang
bersifat normative serta terkategori biologis, melainkan kwalitas, skill, dan
peran berdasarkan konvensi-konvensi social. Relasi gender dalam kajian ini
dibatasi hanya pada relasi gender antara suami dan istri dalam rumah tanggal.
Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa merealisasikan relasi yang
baik antara suami istri dalam sebuah rumah tangga memerlukan prinsip utama
yaitu al-mu'asyarah bil ma'ruf, yang berdiri diatas landasan sikap saling
memahami, saling mengenal, saling tanggung jawab dan bekerja sama, serta
kesetiaan dan keluhuran cinta. Ada pula yang menambahkan harus ada penanaman
nilai ketauhidan, saling menasehati, memperbanyak doa dan mengharap keberkahan
dalam keluarga.
Konsep al-mu'asyarah
bil ma'ruf tidak mudah untuk direalisasikan, terkait akan banyak faktor. Setiap
manusia yang memilik keterbatasan satu sama lain, tingkatan yang berbeda-beda,
maka wajar dalam hal-hal tertentu sering kali laki-laki diunggulkan dalam
hubungan keluarga, sedangkan perempuan dalam kondisi sebaliknya.
Menyikapi hal ini, ada
beberapa teori berkaitan pembagian peran antara suami dan istri:
1) Fungsionalisme, perlu adanya pembagian peran fungsi antara laki-laki dan
perempuan. Suami sebagai provider, perannya dilakukan diwilayah publik.
Sedangkan peran istri adalah housekeeper, berada dalam wilayah domestik.
Dipelopori oleh tokoh Talcott Parsons.
2) Feminisme, menuntut kesamaan hak secara total. Tidak perlu ada pembagian
tugas dalam membangun rumah tangga. Dengan demikian tidak ada lagi peran yang
lebih dominan dalam rumah tangga.
3) Teori crossed over yang diprakarsai oleh Janet Zollonger Giele. Menyepakati
adanya pembagian tugas pokok, namun boleh bagi perempuan melakukan pekerjaan
sebagaimana suami, dengan mengindahkan beberapa aspek, (1) atas izin suami, (2)
menyesuaikan dengan kodrat yang dimiliki oleh perempuan dan (3) tanpa
meninggalkan tanggung jawabnya dalam sekup rumah tanggal dan pengasuhan anak.
Di dalam al-Quran ada beberapa ayat yang menunjukkan peran yang sama perempuan
dengan laki-laki sektor publik, sebagaimana perempuan juga berperan dalam
sektor domestik. Kisah dua putri Nabi Syu'aib dan Musa AS (Q.S. Al-Qashash:
23), perempuan juga memainkan perannya dalam mewujudkan al amru bil ma'ruf wan
nahyu 'anil munkar yang tidak hanya sebatas pada keluarga namun juga
bermasyarakat (Q.S. An-Nahl: 97).
b.
Konsep Keluarga Sakinah
dalam Islam
Kata sakinah berasal
dari bahasa Arab yang memiliki makna ketenangan dan ketentraman. Di dalam
al-Quran kata sakinah disebutkan sebanyak enam kali, yaitu Surat Al-Baqarah:
248, Surat At-Taubah: 26 dan 40, Surat Al-Fath: 4, 18 dan 26. Dalam ayat-ayat
tersebut menjelaskan bahwa sakinah itu pemberian Allah SWT. ke dalam hati para
Nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan tidak gentar menghadapi ujian
hidup. Maka bisa diartikan bahwa sakinah adalah suatuketenangan dan kepuasan
hati.
Berdasarkan uraian di
atas maka yang keluarga sakinah diperuntukkan bagi keluarga yang tenang,
tentram, bahagia dan sejahtera lahir dan batin. Suatu keluarga yang dibina atas
dasar perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material
secara layak dan seimbang diliputi suasana kasih sayang antar anggota keluarga
dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan, menghayat,
dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.
1) Islam mengajurkan pemeluknya untuk membentuk sorga dunianya berupa keluarga
sakinah sebagaimana tercantum dalam Q.S. Ar-Rum: 21. Hal ini dikarenakan
beberapa alasan diantaranya: Adanya kewajiban menjaga diri dan keluarga dari
neraka (Q.S. At-Tahrim: 6).
2) Tempat mendapatkan perlindungan, pendidikan dan pengakuan sosial.
3) Mayoritas manusia mengabiskan waktunya dalam keluarga.
4) Pondasi awal dalam membangun masyarakat Islami.
Maka tidak heran kalau
agama Islam memberikan perhatian besar terhadap keluarga, sebagaimana sabda
Rasulullah mengungkapkan "Bayti Jannati". Menurut Khoiruddin Bashori
menambahkan, ada beberapa ciri yang menjadikan keluarga sehat, harus memiliki
beberapa hal diantaranya adalah: 1.Kekuasaan dan hubungan intim yang seimbang
(power and intimacy). 2.Kejujuran dan kebebasan berpendapat (honesty and
freedom of expression). 3.Kegembiraan dan humor hadir dalam keluarga (warmth,
joy and humor). 4.Keterampilan organisasi dan negosiasi (organization and
negotiating skill).
G. Analisis gender dan transformasi sosial
Untuk memahami konsep
gender, harus dibedakan kata gender dengan kata seks atau jenis kelamin.
Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin
manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin
tertentu. Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial kultural. Terbentuknya
perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya : dibentuk,
disosialisasikan, diperkuat bahkan dikontruksi secara sosial kultural melalui
ajaran keagamaan maupun negara. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi
masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender
merupakan sistem dan struktur dimana baik laki-laki maupun perempuan menjadi
korban dari sistem tersebut (Fakih, 1997).
Gender sebagai alat
analisis umumnya dipakai oleh penganut aliran ilmu sosial kinflik yang justru
memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan sistem yang disebabkan
oleh gender. Yang menjadi masalah dan perlu digugat oleh analisis oleh
mereka yang menggunakan analisis gender adalah struktur “ketidakadilan”
yang ditimbulkan oleh peran dan perbedaan gender. Feminisme merupakan
gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada
dasarnya ditindas dan dieksploitasi , serta harus ada upaya mengakhiri
penendasan dan pengeksploiktasian tersebut.
1.
Paradigma Fungsionalisme
dalam Feminisme
Teori ini menolak
setiap usaha yang akan menggoncang status quo, termasuk yang berkenaan dengan
hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Pengaruh
Fungsionalisme dapat ditemui dalam pemikiran Feminisme Liberal , dimana
kerangka kerjanya tertuju pada “kesempatan yang sama dan hak yang sama”
bagi setiap individu, termasuk didalamnya kesempatan dan hak perempuan.
2.
Paradigma Konflik dalam
Feminisme
Kelompok pertama penganut teori konflik adalah Feminisme Radikal. Dalam
melakukan analisis tentang penyebab penindasan terhadap perempuan oleh
laki-laki, mereka menganggap berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri
beserta ideologi patriarkinya. Kelompok kedua penganut teori konflik adalah Feminisme
Marxis , bagi mereka penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan
kelas dalam hubungan produksi. Penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari
sistem eksploitatif yang bersifat struktural Penganut aliran konflik ketiga
adalah Feminisme Sosialis. Baginya penindasan perempuan terjadi dikelas
manapun, dan bisa melahirkan kesadaran revolusi. Tanpa analisis gender, gerakan
feminisme akan mengalami kesulitan untuk melihat sistem dan struktur, akibatnya
hanya tertuju pada perempuan saja. Tanpa analisis gender, gerakan feminisme
akan menjadi reduksionisme, dimana lebih memusatkan perhatian pada perempuan
dan akan mengabaikan faktor sistem dan struktur. Gerakan feminis merupakan
perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil,
menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
- Keluarga adalah lingkungan primer hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai tiba saatnya untuk membentuk suatu keluarga sendiri. Keluarga mempunyai sistem interaksi yang lebih bersifat interpersonal, sehingga masing-masing anggota keluarga memungkinkan untuk mempunyai intensitas hubungan satu sama lain yaitu antara ayah, ibu, anak, maupun anak dengan anak.
- Fungsi keluarga adalah untuk menciptakan anggota masyarakat yang baru yang sesuai dengan norma-norma atau ukuran pada masyarakat tersebut.Perubahan yang ada pada masyarakat mempengaruhi suatu keluarga dalam memberikan pengajaran pada anak-anaknya.Secara umum fungsi keluarga adalah untuk sosialisasi, reproduksi, dan legalitas status. Ada empat fungsi universal keluarga inti, yaitu fungsi seksual, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi pendidikan. Keempat fungsi tersebut bersifat universal dan mendasar bagi kehidupan manusia.
- Pengarusutamaan gender (PUG), atau dalam istilah Inggeris: Gender Mainstraiming, merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
- Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni : Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak, serta sosialisasi iedologi nilai peran gender.
- Ketidakadilan Gender mengakibatkan retaknya keharmonisan hubungan antara laki-laki dengan perempuan. Oleh kerena itu muncullah suatu reaksi yang diikuti tindakan struktural untuk menyusun kembali pola hubungan laki-laki dan perempuan agar mencapai keseimbangan, kesamaan status dan peran sosial guna menghilangkan ketimpangan gender di dalam masyarakat. Reaksi inilah yang sering dikenal dengan sebutan feminisme.
- Gender sebagai alat analisis umumnya dipakai oleh penganut aliran ilmu sosial kinflik yang justru memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan sistem yang disebabkan oleh gender. Yang menjadi masalah dan perlu digugat oleh analisis oleh mereka yang menggunakan analisis gender adalah struktur “ketidakadilan” yang ditimbulkan oleh peran dan perbedaan gender. Feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi , serta harus ada upaya mengakhiri penendasan dan pengeksploiktasian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, rifka. 2012. Ketidakadilan Gender. http://rifkaanisa.blogdetik.com/2012/12/18/ketidakadilan-gender/
Cairo, Jemil Firdaus. 2014. Relasi Gender dalam Keluarga; Islam dan Feminisme. http://www.kompasiana.com/jemilfirdaus/relasi-gender-dalam-keluarga-islam-dan-feminisme_552a0d026ea834b649552d8a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar