SOSIOLOGI KELUARGA - GORESAN PENA REZKY

sang pemimpi

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

10 November, 2018

SOSIOLOGI KELUARGA


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Dalam setiap masyarakat, keluarga merupakan pranata sosial yang sangat penting artinya bagi kehidupan sosial. Seseorang menghabiskan paling banyak waktunya dalam keluarga dibandingkan dengan di tempat bekerja misalnya, dan keluarga adalah wadah di mana sejak dini seseorang dikondisikan dan dipersiapkan untuk kelak dapat melakukan
peranan-peranannya dalam dunia orang dewasa. Melalui pelaksanaan peranan-peranan itu pelestarian berbagai lembaga dan nilai-nilai budayapun akan dapat tercapai dalam masyarakat bersangkutan.
Keluarga adalah satu-satunya lembaga sosial, di samping agama, yang secara resmi telah berkembang di semua masyarakat. Tugas-tugas kekeluargaan merupakan tanggungjawab langsung setiap pribadi dalam masyarakat, dengan satu dua pengecualian.Hampir setiap orang dilahirkan dalam keluarga dan juga membentuk keluarganya sendiri. Setiap orang merupakan sanak keluarga dari banyak orang. Hampir tidak ada peran tanggungjawab keluarga yang dapat diwakilkan kepada orang lain, seperti halnya tugas khusus dalam pekerjaan dapat diwakilkan kepada orang lain.
Selain itu, masalah yang sering muncul dalam keluaraga adalah Gender yang dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju bagi keluarga saat ini akan lebih senang jika suami dan istri menjadi sosok manusia karier yang pergi pagi pulang sore atau malam hari, sementara anak cukup dititipkan di lembaga-lembaga pendidikan dalam waktu keseharian atau ditinggalkan bersama pembantu dan baby sitter. Orang tua merasa sudah menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai orangtua ketika kebutuhan anak-anak mereka secara material sudah terpenuhi. Sehingga banyaknya kegiatan dan pekerjaan menjadikan anak kurang mendapatkan perhatian.
Kondisi ini akhirnya membuat intensitas komunikasi atau kondisi bertatap muka antara anak dan orang tua semakin jarang. Sebab, pagi hari masing-masing sudah beraktifitas sesuai kesibukannya. Banyaknya kegiatan atau pekerjaan maupun orang tua yang enggan dalam mengurus anak menjadikan sosialisasi yang seharusnya diterima anak dalam keluarga tergeser oleh suatu lembaga pendidikan di luar keluarga. Kebanyakan orang tua mengira bahwa sosialisasi yang dilakukan lembaga lebih baik dari pada yang dilakukan di dalam keluarga. Orang tua mungkin tidak sadar bahwa terjadi adanya suatu pergeseran sosialisasi yang seharusnya diterima anak dalam keluarga yang mengakibatkan adanya disfungsi sosialisasi dalam keluarga. Fenomena perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga akibat modernisasi ini merupakan hal yang hendak diangkat dalam tulisan ini.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan keluarga batih?
2.      Bagaimana fungsi keluarga dalam masyarakat?
3.      Apa yang dimaksud dengan pengarusutamaan gender?
4.      Apa penyebab terjadinya ketidakadilan gender?
5.      Apa sajakah Bentuk ketidakadilan gender?
6.      Apa yang dimaksud tentang agama relasi gender dan feminisme?
7.      Apa yang dimaksud tentang analisis gender dan tranformasi sosial?

C.      Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan keluarga batih?
2.      Untuk mengetahui  Bagaimana fungsi keluarga dalam masyarakat?
3.      Untuk mengetahui  Apa yang dimaksud dengan pengarusutamaan gender?
4.      Untuk mengetahui  Apa penyebab terjadinya ketidakadilan gender?
5.      Untuk mengetahui Apa sajakah Bentuk ketidakadilan gender?
6.      Untuk mengetahui Apa yang dimaksud tentang agama relasi gender dan feminisme?
7.      Untuk mengetahui Apa yang dimaksud tentang analisis gender dan tranformasi sosial?

D.      Manfaat
1.    Manfaat Praktis
a.       Bagi penulis diharapkan agar dapat  melakukan penelitian lebih lanjut dan melakukan penelitian dan dalam menciptakan inovasi baru dalam sosiologi keluarga dan analisis gender.
b.      Bagi pembaca makalah ini, agar dapat mengetahui tentang  sosiologi keluarga, gender serta dapat menganalisis permasalahan ketidakadilan gender.
2.    Manfaat Teoritis
Bagi mahasiswa sebagai agen of change agar dapat memahami secara mendalam tentang sosiologi keluarga, gender dan analilis gender dan transformasi sosial.












BAB II
PENDAHULUAN
A.      Keluarga Batih
Keluarga batih atau inti pada dasarnya adalah keluarga yang terdiri dari beberapa anggota inti seperti ayah, ibu, dan anak yang belum menikah. keluarga adalah suatu kelompok sosial masyarakat yang bersifat abadi dan dikukuhkan dalam ikatan pernikahan yang memberi pengaruh keturunan serta lingkungan sebagai dimensi penting lainnya bagi anak (Rida, 2016). Keluarga berperan penting dalam mendidik anak untuk memperoleh dasar kemampuannya agar kelak dipandang sebagai orang yang berhasil dimata masyarakat.
Selain itu, keluarga batih merupakan adalah unit terkecil yang ada didalam masyarkat yang mempunyai fungsi tertentu, keluarga inti lazimnya terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, serta anak yang belum menikah. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Sarwono (2001), bahwa keluarga adalah lingkungan primer hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai tiba saatnya untuk membentuk suatu keluarga sendiri. Keluarga mempunyai sistem interaksi yang lebih bersifat interpersonal, sehingga masing-masing anggota keluarga memungkinkan untuk mempunyai intensitas hubungan satu sama lain yaitu antara ayah, ibu, anak, maupun anak dengan anak.

B.       Fungsi Keluarga dalam Masyarakat
Fungsi keluarga adalah untuk menciptakan anggota masyarakat yang baru yang sesuai dengan norma-norma atau ukuran pada masyarakat tersebut.Perubahan yang ada pada masyarakat mempengaruhi suatu keluarga dalam memberikan pengajaran pada anak-anaknya.Secara umum fungsi keluarga adalah untuk sosialisasi, reproduksi, dan legalitas status. Ada empat fungsi universal keluarga inti, yaitu fungsi seksual, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi pendidikan. Keempat fungsi tersebut bersifat universal dan mendasar bagi kehidupan manusia.
Bagi hampir semua masyarakat, keluarga adalah pusat yang paling penting dalam kehidupan seorang individu biasa. Dari keluarga, seseorang itu melangkah keluar, dan kepada keluarga juga seseorang itu akan kembali, berada dalam kelompok orang yang paling erat dalam hidup mereka. Keluarga adalah kelompok inti yang paling penting dan dengannya seseorang itu berhubungan.Ia dicirikan dengan adanya kemesraan, hubungan tatapmuka, dan sangat abadi. Hubungan yang mesra dengan kelompok manusia yang terdekat menjadi kebutuhan seluruh manusia, sekurang-kurangnya sejauhmana wujudnya dalam semua masyarakat sebagai petunjuk universalitas.
Selain sebagai kelompok hidup yang mesra, keluarga juga menjadi sumber penyebaran makanan kepada emua lembaga lain. Di dalamnya, bukan saja desakan berproduksi dilakukan, tetapi dari segi alamiah merupakan satu-satunya kelompok di mana proses pembiakan diatur. Jadi keluarga juga mengambil tahu mengenai desakan berproduksi pembiakan, dan juga ditugaskan menjaga dan mendidik anak-anak pada masa bayinya. Oleh karena keluarga bertanggungjawab atas anak-anak itu pada tingkat awal dalam tahun pembentukan, maka pengaruhnya dalam proses sosialisasi adalah begitu penting.
Dalam banyak masyarakat, keluarga juga berfungsi sebagai unit produksi ekonomi.Usaha-usaha utama mencari biaya hidup dijalankan oleh keluarga sebagai satu unit, biasanya dengan pembagian kerja di kalangan anggota.Ada kalanya fungsi ini diambil alih oleh kelompok yang lebih besar, seperti sekumpulan pemburu atau gabungan beberapa keluarga, tetapi biasanya keluarga itu bertugas sebagai satu unit yang terkoordinasi dalam produksi ekonomi.
Keluarga bertugas sebagai pelindung para anggotanya dari kemungkinan gangguan masyarakat luar atau orang dari suku atau sukubangsa yang lain. Ada kalanya suku yang biasanya memotong melintang garis keturunan keluarga, menjalankan fungsi ini, dan dengan terbentuknya negara, kebanyakan jika tidak semuanya, fungsi ini kemudian dijalankan oleh lembaga yang dibentuk belakangan.
Keluarga juga berfungsi sebagai dasar untuk menentukan status para anggotanya.Di mana terdapat perbedaan besar dalam status di kalangan suatu masyarakat, keluarga yang darinya seseorang itu dilahirkan biasanya mempunyai hubungan dengan sistem status ini, dan status individu itu diperoleh, sekurang-kurangnya sebagian dari keluarganya.Perubahan status biasanya terjadi melalui perkawinan.Dalam masyarakat yang mempunyai warisan status, keluarga menjadi unit di mana warisan status itu diturunkan. Hak-hak istimewa biasanya diturunkan melalui garis keluarga, seperti hak memperoleh tanda kehormatan dari orang lain dan hak istimewa mendapatkan harta tertentu (Heri, 2016).
Fungsi keluarga yang penting lainnya adalah menjaga dan merawat anggota yang sakit, tua, atau tidak bernasib baik. Fungsi ini, seperti fungsi yang lain, berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lain, tetapi kebanyakan masyarakat menentukan keluarga dengan tanggungjawab khusus kepada para anggotanya apabila ia membutuhkan bantuan keluarga.

C.      Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan gender (PUG), atau dalam istilah Inggeris: Gender Mainstraiming, merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Tahapan penrapan PUG  adalah Tahap pertama dalam perencanaan, yaitu Analisis Kebijakan Gender, perlu dilakukan karena pada umumnya kebijakan pemerintah hingga saat ini masih netral gender (gender neutral) dan kadang-kadang, secara tidak sengaja, mempunyai dampak kurang menguntungkan bagi salah satu jenis kelamin. Dengan menggunakan Data Pembuka Wawasan kita dapat melihat bagaimana kebijakan dan program yang ada ssat ini memberikan dampak berbeda kepada laki-laki dan perempuan. Tahap kedua, Formulasi Kebijakan Gender, dilakukan untuk menyusun Sasaran Kebijakan Kesetaraan dan Keadilan Gender  yang menggiring kepada upaya mengurangi atau menghapus kesenjangan antara laki-laki dan perempuan (Harum, 2016). Selanjutnya, tahap ketiga, Rencana Aksi Kebijakan Kesetaraan dan Keadilan Gender disusun sebagai suatu rencana aksi berupa kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan yang perlu dilakukan untuk mengatasi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Seluruh kegiatan dalam rencana aksi harus sesuai dengan tujuan yang telah diidentifikasi dalam tahap Formulasi Kebijakan Kesetaraan dan Keadilan Gender di atas. Rencana aksi kebijakan ini perlu disertai dengan indikator keberhasilan untuk mengukur kinerja pemerintah dalam mengimplemtasikan rencana aksi.
Pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang berperspektif gender diselenggarakan setelah tahap-tahap perencanaan yang responsif gender seperti dikemukakan di atas dilakukan. Dalam upaya mendukung dan mengefektifkan pelaksanaan pengarusutamaan gender, perlu dilakukan beberapa hal, antara lain:
  • Pemampuan dan peningkatan kapabilitas pelaksana pengarusutamaan gender
  • Penyusunan perangkat pengarusutamaan gender, seperti perangkat analisis, perangkat pelatihan, serta perangkat pemantauan dan evaluasi.
  • Pembentukan mekanisme pelaksanaan pengarusutamaan gender, seperti forum komunikasi, kelompok kerja, stering commite antar lembaga, dan pembentukan focal point pada masing-masing sektor.
  • Pembuatan kebijakan formal yang mampu mengembangkan komitmen segenap jajaran pemerinah dalam upaya pengarusutamaan gender.
  • Pembentukan kelembagaan dan penguatan kapasitas kelembagaan untuk pengarusutamaan gender
  • Pengembangan mekanisme yang mendorong terlaksananya proses konsultasi dan berjejaring.
D.      Ketidakadilan Gender
Berbagai ketimpangan bersumber pada keyakinan gender. Berawal dari perbedaan jenis kelamin maka wilayah peran pun seakan dibedakan. Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dibentuk oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Seks adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Melainkan  gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman (Rahayu, 2016).
Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah Gender dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan
Seks merupakan pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Seks berarti perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda. Secara biologis alat-alat biologis tersebut melekat pada laki-laki dan perempuan selamanya, fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan (Suryani, 2015).
Sementara itu konsep gender adalah pembagian laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan dianggap lemah lembut, emosional, keibuan dan lain sebagainya. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa dan lain sebagainya. Sifat-sifat tersebut bukanlah kodrat, karena tidak abadi dan dapat dipertukarkan. Jadi semua sifat yang dapat dipertukarkan antara perempuan dan laki-laki, yang berubah sesuai waktu, tempat dan kelas sosial disebut dengan gender. Gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Ketidakdilan gender terjadi karena adanya anggapan yang salah terhadap jenis kelamin dan gender. Di masyarakat luas selama ini terjadi pengukuhan pemahaman yang kurang tepat mengenai konsep gender. Yang disebut gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
Konsep gender yang melekat pada masyarakat adalah adanya anggapan bahwa pekerjaan mengurus rumah tangga dan mengurus anak adalah pekerjaan perempuan. Secara tidak langsung perempuan dalam budaya patriarki diposisikan pada tugas-tugas domestik tersebut. Laki-laki, baik suami maupun anak tidak diperbolehkan ikut campur dalam pekerjaan domestik karena mereka memiliki tempat bekerja sendiri, yaitu tugas publik. Pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki merupakan suatu pemahaman yang salah kaprah sebab perempuan juga dapat mengerjakan pekerjaan publik dan laki-laki pun dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga atau domestik (Gamas, 2015).
Pembagian kerja itu terjadi karena adanya konstruksi budaya patriarki yang menciptakan pembagian kelas antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap hanya mampu mengerjakan pekerjaan domestik. Jika ada perempuan yang melakukan pekerjaan publik, ia akan menerima penolakan dari masyarakat. Pembagian kerja sebenarnya bukanlah kodrat dari Tuhan, melainkan konstruksi budaya patriarki yang telah mendarah daging. Lebih dari itu, masyarakat beranggapan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki semacam kelas tersendiri dalam pelapisan sosial. Perempuan di masyarakat merupakan kelas yang lebih rendah dari pada laki-laki. Adanya anggapan itu, membuat perempuan tidak dapat bekerja di luar dari pekerjaan domestik. Kalaupun ada perempuan yang bekerja di luar pekerjaan domestik, hanya pekerjaan publik yang ringan dan mudah saja yang dapat dilakukan oleh perempuan.
Ketidakadilan yang muncul dalam masyarakat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Karena distereotipekan sebagai makhluk yang lemah, perempuan dikontrol sedemikian rupa oleh anggota keluarganya. Kalau dilihat dalam porsi pembagian kerja, seharusnya perempuan mendapatkan upah yang lebih besar daripada laki-laki. Karena sebenarnya perempuan dapat mengerjakan kedua pekerjaan tersebut, baik pekerjaan di ranah domestik ataupun di ranah publik. Namun, karena adanya konstruksi yang menjadikan perempuan hanya sebagai pelengkap dari laki-laki, maka perempuan tidak dapat berbuat banyak hal selain menerima konstruksi tersebut. Ketidakadilan gender menjadi semakin kuat karena dilembagakan oleh budaya kuno yang berjalan turun-temurun. Adat memandang perempuan sebagai makhluk yang rendah derajatnya daripada laki-laki.

E.  Bentuk Ketidakadilan Gender
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni : Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak, serta sosialisasi iedologi nilai peran gender. Manifestasi ketidakadilan gender tidak bisa dipisah-pisahkan, karena saling berkaitan dan berhubungan, saling mempengaruhi.
Ada beberapa bentuk ketidakadilan genderyang sering terjadi pada masyarakat sekitar yaitu sebagai berikut (Annisa, 2012) :
  1. Marginalisasi (pemiskinan, peminggiran)
Marginalisasi adalah sikap perilaku masyarakat atau negara yang berakibat pada penyisihan bagi perempuan dan laki-laki. Marginalisasi lebih kepada peminggiran ekonomi. Marginalisasi juga didasarkan akibat perbedaan gender yang memberi batasan pada peran perempuan. Contohnya, perempuan kurang mendapat tempat untuk memegang posisi jabatan tinggi dalam birokrasi dan militer, sangat sedikit sekali peluangnya. Dan pada laki-laki ia kurang mendapat tempat untuk bidang yang memerlukan ketelitian dan telaten seperti buruh garmen atau rokok.
  1. Subordinasi (menomorduakan)
Adalah suatu keyakinan bahwa jenis kelamin satu lebih diutamakan dari pada jenis kelamin yang lainnya. Sehingga, menimbulkan ketidaksetaraan, merasa menjadi nomor dua, tidak mendapat ruang berpendapat dan lainya. Apalagi didukung oleh budaya, adat istiadat, tafsir agama, peraturan birokrasi yang menjadikan perempuan sebagai subordinat, perempuan kurang memiliki peluang untuk mengambil keputusan. Contohnya, ada profesi tertentu yang menjadikan ciri sebagai profesi perempuan seperti sekertaris dan guru TK. Dalam profesi tertentu ada pembedaan gaji antara perempuan dan laki-laki,dimana laki-laki lebih besar.
  1. Stereotype (pelabelan)
Penandaan yang acap kalibersifat negatif. Secara umum terhadap salah satu jenis kelamin tertentu. Stereotipe menghasilkan ketidakadilan dan diskriminasi gender. Contohnya, perempuan hanya dikaitkan dengan sektor domestik. Wanita juga digambarkan sebagai mahluk yang lemah, emosional, tidak bisa memimpin, kurang rasional dalam seumur hidupnya. Standar penilaian terhadap perempuan dan laki-laki berbeda tetapi standar penilaian itu lebih hanya merugikan perempuan.
  1. Peran ganda
Beban pekerjaan jenis kelamin satu dengan jenis kelamin yang lain lebih banyak. Contohnya, seorang perempuan yang bekerja, ia tetap berperan menjadi ibu ketika dirumah. Ujung-ujungnya peran tersebut dilimpahkan kepada asisten rumah tangga, yang juga perempuan. Jadi beban tersebut tidak berpindah ke jenis kelamin yang lain. Misalnya, berbagi peran dengan suami tentang pengasuhan anak.

  1. Kekerasan (violance)
Kekerasan merupakan bentuk kekerasan baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin, keluarga, masyarakat, negara kepada jenis kelamin lainya. Kekerasan semata-mata ada bermula dari pembedaan antara feminim dan maskulin. Pembedaan tersebut telah memicu kekerasan terjadi. Contohnya, pemerkosaan, kekerasan seksual, pelecehan seksual, pemukulan, penghinaan, eksplotasi seks pada perempuan dll.

F.       Agama Relasi Gender Dan Feminisme
Gender dapat diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai, pekerjaan (role) dan perilaku. Secara umum, gender digunakan sebagai indentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya. Hal ini berbeda dengan sex yang secara umum digunakan untuk mengidentifikasi dari segi anatomi biologis jenis kelamin semata.
Berdasarkan uraian di atas maka konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural. Ciri dari sifat itu sendiri dapat dipertukarkan. Misalkan, sifat kelemah-lembutan yang dimiliki oleh perempuan ternyata juga sering didapati ada pada laki-laki, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian maka relasi gender sebagai akibat dari keberadaan gender tidak sama di setiap tempat, daerah, karena erat kaitannya dengan berbagai faktor, seperti faktor ekologi, budaya dan termasuk juga agama. Seringkali terjadi ketimpangan dan ketidakadilan gender yang sangat merugikan, khususnya dialami oleh perempuan.
Ketidakadilan ini mengakibatkan retaknya keharmonisan hubungan antara laki-laki dengan perempuan. Oleh kerena itu muncullah suatu reaksi yang diikuti tindakan struktural untuk menyusun kembali pola hubungan laki-laki dan perempuan agar mencapai keseimbangan, kesamaan status dan peran sosial guna menghilangkan ketimpangan gender di dalam masyarakat. Reaksi inilah yang sering dikenal dengan sebutan feminisme.
Pandangan feminisme terhadap perbedaan peran laki-laki dan perempuan secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, sebagai berikut (Cairo, 2014) :
1.        Feminisme Liberal Dasar filosifis kelompok ini adalah liberalisme, yaitu bahwa semua manusia diciptakan sama, serasi dan seimbang. Baik laki-laki atau perempuan memiliki hak-hak yang sama, maka sudah seharus tidak ada penindasan antara satu sama lain. Perempuan sudah semestinya mendapatkan peran diwilayah publik, baik sektor ekonomi, politik dan termasuk sektor militer. Maka tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih mendominiasi, karena organ reproduksi yang dimiliki perempuan bukan merupakan penghalang terhadap pembatasan peran perempuan.
2.        Feminisme Marxis-Sosialis Aliran ini berupaya menghapus struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Mereka berpendapat bahwa posisi inferior perempuan berkaitan erat dengan struktur kelas dan keluarga dalam masyarakat kapitalis. Hal tersebut mengakibatkan hubungan antar suami dan istri seperti hubungan antara borjuis dan proletar. Sebagai solusi untuk mengangkat harkat martabat perempuan supaya seimbang dengan laki-laki, maka perlu menghapus dikotomi pekerjaan sektor domestik dan sektor publik. Hingga pada akhirnya terbentuknya suasana kolektif antara laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan publik dan domestik.
3.        Feminisme Radikal Aliran ini berpendapat bahwa terjadinya perbedaan gender yang merugikan perempuan bukan dikarenakan struktur social dan budaya, malainkan karena unsur biologisnya. Mereka lebih mengarahkan gerakannya dalam realitas seksual, bukan hanya berusaha menghapus hak-hak laki-laki, namun juga menghapus perbedaan seksual. Kelompok ini lebih radikal dari pada yang lain karena menuntuk persamaan dengan laki-laki dalam segala hal.
a.        Relasi Gender Suami Istri dalam Keluarga
Keluarga terdiri dari dua kata, yaitu kula yang artinya abdi, hamba yang mengabdi untuk kepentingan bersama; dan warga yang artinya anggota, yang berhak ikut berbicara dan bertindak. Maka 'keluarga' mempunyai artian mengabdi, bertindak dan bertanggung jawab kepada kepentingan umum. Dari definisi itu bisa disimpulkan bahwa keluarga adalah sebuah institusi terkecil dalam masyarakat yang berfungi untuk menciptakan rasa tentram, aman, damai dan sejahtera dalam kasih sayang antara satu sama yang lainnya.
 Sebagai unit pergaulan hidup terkecil dalam masyarakat, keluar yang terdiri dari suami dan istri, atau dengan adanya anak, memiliki peranan penting sebagai berikut:
1)      Memberi perlindungan bagi anggotanya, baik ketentraman maupun ketertiban dalam wadah keluarga tersebut.
2)      Memberi kebutuhan social-ekonomi secara materiil.
3)      Menumbuhkan dasar-dasar kaidah-kaidah pergaulan hidup.
4)      Sebagai wadah sosialisasi awal untuk memahami nilai yang berlaku dimasyarakat.
Menambahkan dari yang di atas, keluarga sebagai sebuah institusi minimal harus memiliki enam fungsi, yaitu fungsi religius, fungsi afektif, fungsi sosial, fungsi edukatif, fungsi protektif, fungsi rekreatif. Adapun yang dimaksud dengan relasi mempunyai arti hubungan, pertalian dengan orang lain. Maka relasi gender bisa diartikan hubungan kemanusiaan (sosial) yang didasarkan pada pertimbangan aspek kesadaran gender.
Menurut Nasaruddin Umar, relasi gender merupakan konsep dan realitas pembagiaan kerja social antara laki-laki dan perempuan yang tidak didasarkan pada pemahaman yang bersifat normative serta terkategori biologis, melainkan kwalitas, skill, dan peran berdasarkan konvensi-konvensi social. Relasi gender dalam kajian ini dibatasi hanya pada relasi gender antara suami dan istri dalam rumah tanggal. Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa merealisasikan relasi yang baik antara suami istri dalam sebuah rumah tangga memerlukan prinsip utama yaitu al-mu'asyarah bil ma'ruf, yang berdiri diatas landasan sikap saling memahami, saling mengenal, saling tanggung jawab dan bekerja sama, serta kesetiaan dan keluhuran cinta. Ada pula yang menambahkan harus ada penanaman nilai ketauhidan, saling menasehati, memperbanyak doa dan mengharap keberkahan dalam keluarga.
Konsep al-mu'asyarah bil ma'ruf tidak mudah untuk direalisasikan, terkait akan banyak faktor. Setiap manusia yang memilik keterbatasan satu sama lain, tingkatan yang berbeda-beda, maka wajar dalam hal-hal tertentu sering kali laki-laki diunggulkan dalam hubungan keluarga, sedangkan perempuan dalam kondisi sebaliknya.
Menyikapi hal ini, ada beberapa teori berkaitan pembagian peran antara suami dan istri:
1)      Fungsionalisme, perlu adanya pembagian peran fungsi antara laki-laki dan perempuan. Suami sebagai provider, perannya dilakukan diwilayah publik. Sedangkan peran istri adalah housekeeper, berada dalam wilayah domestik. Dipelopori oleh tokoh Talcott Parsons.
2)      Feminisme, menuntut kesamaan hak secara total. Tidak perlu ada pembagian tugas dalam membangun rumah tangga. Dengan demikian tidak ada lagi peran yang lebih dominan dalam rumah tangga.
3)      Teori crossed over yang diprakarsai oleh Janet Zollonger Giele. Menyepakati adanya pembagian tugas pokok, namun boleh bagi perempuan melakukan pekerjaan sebagaimana suami, dengan mengindahkan beberapa aspek, (1) atas izin suami, (2) menyesuaikan dengan kodrat yang dimiliki oleh perempuan dan (3) tanpa meninggalkan tanggung jawabnya dalam sekup rumah tanggal dan pengasuhan anak. Di dalam al-Quran ada beberapa ayat yang menunjukkan peran yang sama perempuan dengan laki-laki sektor publik, sebagaimana perempuan juga berperan dalam sektor domestik. Kisah dua putri Nabi Syu'aib dan Musa AS (Q.S. Al-Qashash: 23), perempuan juga memainkan perannya dalam mewujudkan al amru bil ma'ruf wan nahyu 'anil munkar yang tidak hanya sebatas pada keluarga namun juga bermasyarakat (Q.S. An-Nahl: 97).
b.        Konsep Keluarga Sakinah dalam Islam
Kata sakinah berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna ketenangan dan ketentraman. Di dalam al-Quran kata sakinah disebutkan sebanyak enam kali, yaitu Surat Al-Baqarah: 248, Surat At-Taubah: 26 dan 40, Surat Al-Fath: 4, 18 dan 26. Dalam ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa sakinah itu pemberian Allah SWT. ke dalam hati para Nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan tidak gentar menghadapi ujian hidup. Maka bisa diartikan bahwa sakinah adalah suatuketenangan dan kepuasan hati.
Berdasarkan uraian di atas maka yang keluarga sakinah diperuntukkan bagi keluarga yang tenang, tentram, bahagia dan sejahtera lahir dan batin. Suatu keluarga yang dibina atas dasar perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang diliputi suasana kasih sayang antar anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan, menghayat, dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.
1)   Islam mengajurkan pemeluknya untuk membentuk sorga dunianya berupa keluarga sakinah sebagaimana tercantum dalam Q.S. Ar-Rum: 21. Hal ini dikarenakan beberapa alasan diantaranya: Adanya kewajiban menjaga diri dan keluarga dari neraka (Q.S. At-Tahrim: 6).
2)   Tempat mendapatkan perlindungan, pendidikan dan pengakuan sosial.
3)   Mayoritas manusia mengabiskan waktunya dalam keluarga.
4)   Pondasi awal dalam membangun masyarakat Islami.

Maka tidak heran kalau agama Islam memberikan perhatian besar terhadap keluarga, sebagaimana sabda Rasulullah mengungkapkan "Bayti Jannati". Menurut Khoiruddin Bashori menambahkan, ada beberapa ciri yang menjadikan keluarga sehat, harus memiliki beberapa hal diantaranya adalah: 1.Kekuasaan dan hubungan intim yang seimbang (power and intimacy). 2.Kejujuran dan kebebasan berpendapat (honesty and freedom of expression). 3.Kegembiraan dan humor hadir dalam keluarga (warmth, joy and humor). 4.Keterampilan organisasi dan negosiasi (organization and negotiating skill).

G.      Analisis gender dan transformasi sosial
Untuk memahami konsep gender, harus dibedakan kata gender dengan kata seks atau jenis kelamin. Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial kultural. Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya : dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikontruksi secara sosial kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dari sistem tersebut (Fakih, 1997).
Gender sebagai alat analisis umumnya dipakai oleh penganut aliran ilmu sosial kinflik yang justru memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan sistem yang disebabkan oleh gender. Yang menjadi masalah dan perlu digugat oleh analisis oleh mereka yang menggunakan analisis gender adalah struktur  “ketidakadilan” yang ditimbulkan oleh peran dan perbedaan gender. Feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi , serta harus ada upaya mengakhiri penendasan dan pengeksploiktasian tersebut.
1.        Paradigma Fungsionalisme dalam Feminisme
Teori ini menolak setiap usaha yang akan menggoncang status quo, termasuk yang berkenaan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Pengaruh Fungsionalisme dapat ditemui dalam pemikiran Feminisme Liberal , dimana kerangka kerjanya tertuju pada  “kesempatan yang sama dan hak yang sama” bagi setiap individu, termasuk didalamnya kesempatan dan hak perempuan.
2.        Paradigma Konflik dalam Feminisme
Kelompok pertama penganut teori konflik adalah Feminisme Radikal. Dalam melakukan analisis tentang penyebab penindasan terhadap perempuan oleh laki-laki, mereka menganggap berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Kelompok kedua penganut teori konflik adalah Feminisme Marxis , bagi mereka penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari sistem eksploitatif yang bersifat struktural Penganut aliran konflik ketiga adalah Feminisme Sosialis. Baginya penindasan perempuan terjadi dikelas manapun, dan bisa melahirkan kesadaran revolusi. Tanpa analisis gender, gerakan feminisme akan mengalami kesulitan untuk melihat sistem dan struktur, akibatnya hanya tertuju pada perempuan saja. Tanpa analisis gender, gerakan feminisme akan menjadi reduksionisme, dimana lebih memusatkan perhatian pada perempuan dan akan mengabaikan faktor sistem dan struktur. Gerakan feminis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
  1. Keluarga adalah lingkungan primer hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai tiba saatnya untuk membentuk suatu keluarga sendiri. Keluarga mempunyai sistem interaksi yang lebih bersifat interpersonal, sehingga masing-masing anggota keluarga memungkinkan untuk mempunyai intensitas hubungan satu sama lain yaitu antara ayah, ibu, anak, maupun anak dengan anak.
  2. Fungsi keluarga adalah untuk menciptakan anggota masyarakat yang baru yang sesuai dengan norma-norma atau ukuran pada masyarakat tersebut.Perubahan yang ada pada masyarakat mempengaruhi suatu keluarga dalam memberikan pengajaran pada anak-anaknya.Secara umum fungsi keluarga adalah untuk sosialisasi, reproduksi, dan legalitas status. Ada empat fungsi universal keluarga inti, yaitu fungsi seksual, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi pendidikan. Keempat fungsi tersebut bersifat universal dan mendasar bagi kehidupan manusia.
  3. Pengarusutamaan gender (PUG), atau dalam istilah Inggeris: Gender Mainstraiming, merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
  4. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni : Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak, serta sosialisasi iedologi nilai peran gender.
  5. Ketidakadilan Gender mengakibatkan retaknya keharmonisan hubungan antara laki-laki dengan perempuan. Oleh kerena itu muncullah suatu reaksi yang diikuti tindakan struktural untuk menyusun kembali pola hubungan laki-laki dan perempuan agar mencapai keseimbangan, kesamaan status dan peran sosial guna menghilangkan ketimpangan gender di dalam masyarakat. Reaksi inilah yang sering dikenal dengan sebutan feminisme.
  6. Gender sebagai alat analisis umumnya dipakai oleh penganut aliran ilmu sosial kinflik yang justru memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan sistem yang disebabkan oleh gender. Yang menjadi masalah dan perlu digugat oleh analisis oleh mereka yang menggunakan analisis gender adalah struktur  “ketidakadilan” yang ditimbulkan oleh peran dan perbedaan gender. Feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi , serta harus ada upaya mengakhiri penendasan dan pengeksploiktasian tersebut.

















DAFTAR PUSTAKA

Annisa, rifka. 2012. Ketidakadilan Gender. http://rifkaanisa.blogdetik.com/2012/12/18/ketidakadilan-gender/

Cairo, Jemil Firdaus. 2014. Relasi Gender dalam Keluarga; Islam dan Feminisme. http://www.kompasiana.com/jemilfirdaus/relasi-gender-dalam-keluarga-islam-dan-feminisme_552a0d026ea834b649552d8a

Fakih, Mansour. 1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar – Jakarta.

Gamas, Ayuni, Putri. 2015, PERLAWANAN PEREMPUAN AKIBAT KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI. jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/download/1103/1095

Harum, Akhmad. 2016. Pengarusutamaan Gender Dan Konsep Dasar Gender. Https://Bukunnq.Wordpress.Com/Pengarusutamaan-Gender-Dan-Konsep-Dasar-Gender/  

Heris. 2016. Makalah Perubahan Fungsi Keluarga Akibat Modernisasi (Studi Kasus Di Keluarga Bapak Budi Raharjo) Http://Heristudy.Blogspot.Co.Id/2016/01/Makalah-Sosiologi-Keluarga.Html

Rahayu, Asri. 2016. Kesetaraan dan keadilan gender di indonesia. http://asrrhyu.blogspot.co.id/2016/06/kesetaraan-dan-keadilan-gender-di.html

Suryani, rindang. 2015. GENDER DAN KETIDAKADILAN. http://rindangsuryani.blog.fisip.uns.ac.id/2015/03/28/gender-dan-ketidakadilan/





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages