Foto tersebut diambil dalam kegiatan memperingati Hari Perempuan Sedunia 2023, SPs bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Peranan Wanita/Gender dan Perlindungan Anak LPPM dengan diskusi publik yang bertajuk Peran Wanita di Era Metaverse 6.0
Berbicara masalah Gender tidak selamanya membahas terkait kesetaraan Gender...
Saya seorang perempuan seorang kaum feminis Tetapi,
saya juga tidak sepakat dengan konsep Kesetaraan Gender. Saya lebih sepakat
dengan Konsep Keadilan Gender... Kenapa??? Karena Laki-laki dan perempuan juga
perlu di perjuangkan Haknya.
Ketika berbicara terkait kesetaraan gender
berarti kita meminta semuanya sama. Ketika laki-laki bisa menjadi supir truk
berarti perempuan juga bisa, ketika laki-laki bisa menjadi tukang batu, berarti
perempuan juga bisa menjadi tukang batu, ketika lelaki bisa melakukan pekerjaan
yang sangat berat bahkan yang paling berat sekalipun, harusnya perempuan juga
bisa...
Nah hal itulah yang membuat saya tidak sepakat
pada konsep kesetaraan gender karena menurut saya pribadi itu hanya menyiksa
kaum feminis. Perempuan dan laki-laki diciptakan dimuka bumi ini dengan memiliki kekurangan dan kelebihan
masing-masing.
Berawal dari S1 saya sangat senang membahas
isu terkait gender.
Ketertarikan saya membahas isu gender tidak
bermaksud untuk menyaingi kaum lelaki atau menggaungkan konsep kesetaraan
tetapi saya lebih fokus mengkaji dalam hal keadilan gender.
Perempuan dan laki-laki merupakan makhluk
cipataan yang sama, yang membedakan adalah kodranya masing-masing. Dimana perempuan
yang kodranya mengandung. Melahirkan dan menyusui yang tidak bisa dimiliki oleh
kaum lelaki. Maka, diluar dari konsep kodrat tersebut kita baik laki-laki
maupun perempuan juga memiliki hak yang sama yaitu hak untuk bersuara, hak
untuk berpartisipasi, hak untuk bekerja dan lain sebagainya.
Perempuan dan laki-laki memiliki hak untuk
memilih apakah ingin bekerja di ranah publik atau domestik atau bahkan memilih
bekerja dikeduanya. Hal tersebut bukanlah hal yang salah tetapi semua
tergantung pilihan.
Hanya saja, saat ini di Indonesia khususnya di
kampung halaman saya masih selalu memberikan stereotip atau pelabelan terhadap
kaum perempuan yang mengatakan “perempua tidak perlu sekolah tinggi karena
nanti akan kembali ke dapur”, “perempuan itu dirumah mengurus anak dan tidak
perlu bekerja”, “jangan sekolah terlalu tinggi nanti lelaki takut mendekat” dan
masih banyak stereotip lainnya...
Bukan hanya itu saja...
Yang lainnya dalam hal rumah tangga. Terkadang,
untuk pengasuhan anak banyak yang melimpahkan ke kaum perempuan atau ke kaum
para Ibu. Banyak orang yang beranggapan bahwa tugas mendidik anak adalah tugas
seorang Ibu dan tugas seorang ayah adalah fokus mencari nafkah. Menurut saya
itu adalah pendapat yang keliru. Memang benar
bahwa perempuan adalah madrasa pertama bagi anak-anaknya tetapi menurut saya yang lebih tepat adalah di
perlukan transformasi bahwa pendidik utama bukanlah seorang perempuan atau Ibu
tetapi bagiamana dalam sebuah rumah tangga menjadikan rumah tangganya sebagi
madrasa pertama yang di bimbing oleh ayah dan Ibu. Karena soerang anak tentunya
juga membutuhkan bimbingan dari seorang ayah dan bagaiman seorang ayah bisa
menjadi tokoh idola dan panutan bagi anak-anaknya, sehingga terciptalah keluarga
yang harmonis.
Kolaborasi perempuan dan laki-laki sangatlah
di perlukan baik dalah hal berumah tangga, dalam hal pekerjaan, dalam hal
politik semuanya butuh kolaborasi.
Dalam hal rumah tangga misalnya sangat
diperlukan kolaborasi Ibu dan ayah untuk menciptakan suasana rumah yang damai
bagi anak-anaknya. Dalam hal pekerjaan publik terkadang tidak bisa di pungkiri
bahwa sebenarnya rana publik juga membutuhkan kehadiran sosok perempuan, baik
itu menjadi guru, dosen, dokter, dan lain sebagainya. Dan dalam hal politik dan
pemerintahan sebenarnya juga membutuhkan peran perempuan karena dalam hal
pengabilan keputusan tentunya suara kaum perempuan juga di perlukan.
Hanya saja, yang masih menjadi problematika
saat ini masih kurangnya jumlah kaum perempuan yang aktif di ranah publik ketika
berbicara jumlah maka yang memiliki jumlah yang paling banyak bekerja dirana publik masih didominan oleh kaum
lelaki.
Maka tugas kita adalah tetap dan turus untuk memperjuangkan keadilan
gender.
Perubahan tidak dapat tercipta dalam 1 pihak
saja, maka untuk menciptakan sebuah perubahan perlunya sinergi dari kedua bela
pihak perempuan dan laki-laki.
Setiap perubahan dimulai dari diri sendir...
Perempuan dan laki-laki bisa berperan dimanapun..
Dan waktunya untuk mengambil peran..
Berbicara Gender beraarti berbicara keadilan
untuk semua.
Selamat hari perempuan Internasional
Salam
Rezky Juniarsih Nur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar