Membuka Ruang untuk Identitas Gender yang Beragam - GORESAN PENA REZKY

sang pemimpi

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

08 Maret, 2023

Membuka Ruang untuk Identitas Gender yang Beragam

 



Foto tersebut diambil dalam kegiatan memperingati Hari Perempuan Sedunia 2023, SPs bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Peranan Wanita/Gender dan Perlindungan Anak LPPM dengan diskusi publik yang bertajuk Peran Wanita di Era Metaverse 6.0



Berbicara masalah Gender tidak selamanya membahas terkait kesetaraan Gender...


Saya seorang perempuan seorang kaum feminis Tetapi, saya juga tidak sepakat dengan konsep Kesetaraan Gender. Saya lebih sepakat dengan Konsep Keadilan Gender... Kenapa??? Karena Laki-laki dan perempuan juga perlu di perjuangkan Haknya.


Ketika berbicara terkait kesetaraan gender berarti kita meminta semuanya sama. Ketika laki-laki bisa menjadi supir truk berarti perempuan juga bisa, ketika laki-laki bisa menjadi tukang batu, berarti perempuan juga bisa menjadi tukang batu, ketika lelaki bisa melakukan pekerjaan yang sangat berat bahkan yang paling berat sekalipun, harusnya perempuan juga bisa...


Nah hal itulah yang membuat saya tidak sepakat pada konsep kesetaraan gender karena menurut saya pribadi itu hanya menyiksa kaum feminis. Perempuan dan laki-laki diciptakan dimuka bumi ini  dengan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.


Berawal dari S1 saya sangat senang membahas isu terkait gender.


Ketertarikan saya membahas isu gender tidak bermaksud untuk menyaingi kaum lelaki atau menggaungkan konsep kesetaraan tetapi saya lebih fokus mengkaji dalam hal keadilan gender.


Perempuan dan laki-laki merupakan makhluk cipataan yang sama, yang membedakan adalah kodranya masing-masing. Dimana perempuan yang kodranya mengandung. Melahirkan dan menyusui yang tidak bisa dimiliki oleh kaum lelaki. Maka, diluar dari konsep kodrat tersebut kita baik laki-laki maupun perempuan juga memiliki hak yang sama yaitu hak untuk bersuara, hak untuk berpartisipasi, hak untuk bekerja dan lain sebagainya.
Perempuan dan laki-laki memiliki hak untuk memilih apakah ingin bekerja di ranah publik atau domestik atau bahkan memilih bekerja dikeduanya. Hal tersebut bukanlah hal yang salah tetapi semua tergantung pilihan.
Hanya saja, saat ini di Indonesia khususnya di kampung halaman saya masih selalu memberikan stereotip atau pelabelan terhadap kaum perempuan yang mengatakan “perempua tidak perlu sekolah tinggi karena nanti akan kembali ke dapur”, “perempuan itu dirumah mengurus anak dan tidak perlu bekerja”, “jangan sekolah terlalu tinggi nanti lelaki takut mendekat” dan masih banyak stereotip lainnya...


Bukan hanya itu saja...
Yang lainnya dalam hal rumah tangga. Terkadang, untuk pengasuhan anak banyak yang melimpahkan ke kaum perempuan atau ke kaum para Ibu. Banyak orang yang beranggapan bahwa tugas mendidik anak adalah tugas seorang Ibu dan tugas seorang ayah adalah fokus mencari nafkah. Menurut saya itu adalah pendapat yang keliru.  Memang benar bahwa perempuan adalah madrasa pertama bagi anak-anaknya tetapi  menurut saya yang lebih tepat adalah di perlukan transformasi bahwa pendidik utama bukanlah seorang perempuan atau Ibu tetapi bagiamana dalam sebuah rumah tangga menjadikan rumah tangganya sebagi madrasa pertama yang di bimbing oleh ayah dan Ibu. Karena soerang anak tentunya juga membutuhkan bimbingan dari seorang ayah dan bagaiman seorang ayah bisa menjadi tokoh idola dan panutan bagi anak-anaknya, sehingga terciptalah keluarga yang harmonis.
Kolaborasi perempuan dan laki-laki sangatlah di perlukan baik dalah hal berumah tangga, dalam hal pekerjaan, dalam hal politik semuanya butuh kolaborasi.


Dalam hal rumah tangga misalnya sangat diperlukan kolaborasi Ibu dan ayah untuk menciptakan suasana rumah yang damai bagi anak-anaknya. Dalam hal pekerjaan publik terkadang tidak bisa di pungkiri bahwa sebenarnya rana publik juga membutuhkan kehadiran sosok perempuan, baik itu menjadi guru, dosen, dokter, dan lain sebagainya. Dan dalam hal politik dan pemerintahan sebenarnya juga membutuhkan peran perempuan karena dalam hal pengabilan keputusan tentunya suara kaum perempuan juga di perlukan.


Hanya saja, yang masih menjadi problematika saat ini masih kurangnya jumlah kaum perempuan yang aktif di ranah publik ketika berbicara jumlah maka yang memiliki jumlah yang paling banyak bekerja  dirana publik masih didominan oleh kaum lelaki. 

Maka tugas kita adalah tetap dan turus untuk memperjuangkan keadilan gender.
Perubahan tidak dapat tercipta dalam 1 pihak saja, maka untuk menciptakan sebuah perubahan perlunya sinergi dari kedua bela pihak perempuan dan laki-laki.


Setiap perubahan dimulai dari diri sendir...


Perempuan dan laki-laki bisa berperan dimanapun..


Dan waktunya untuk mengambil peran..


Berbicara Gender beraarti berbicara keadilan untuk semua.
 


Selamat hari perempuan Internasional


Salam


Rezky Juniarsih Nur



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages